IMPLIKASI KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGADILI DAN MEMUTUS SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI PERKARA NOMOR 85/PUU-XX/2022)
Abstract
Mahkamah Konstitusi (MK) diberikan kewenangan untuk menangani sengketa Pilkada. Melalui pasal 236C UU Nomor 12 Tahun 2008, MK diberi kewenangan untuk menangani sengketa hasil Pilkada. Berdasarkan Putusan MK No.97/PUU- IX/2013, MK membatalkan Pasal 236C UU 12/2008, namun dalam putusan tersebut disyaratkan MK masih berwenang mengadili sengketa Pilkada sampai dengan adanya UU yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa Pilkada. Kemudian penyelesaian sengketa Pilkada diatur dalam Pasal 157 ayat (1), (2) dan (3) UU Nomor 10 Tahun 2016, dimana MK masih berwenang mengadili sengketa Pilkada sampai dibentuknya badan peradilan khusus. MK kembali mengeluarkan Putusan No.85/PUU-XX/2022 yang membatalkan Pasal 157 ayat (1), (2) dan (3) UU 10/2016. Implikasi Putusan MK No.85/PUU-XX/2022 menjadikan kewenangan MK dalam mengadili sengketa yang tadinya sementara menjadi permanen dan badan peradilan khusus tidak jadi terbentuk, Pertimbangan hukum Putusan No.85/PUU-XX/2022 Peradilan khusus harus dibawah pelaksana kekuaaan kehakiman, dimana MK merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 sehingga mengambil alih kewenangan badan peradilan khusus tersebut.