KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS YANG DIRAMPAS OLEH NEGARA DALAM PERKARA PIDANA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PERDATA
Abstract
Akta Notaris tak boleh dibuat asal-asalan, karena akta Notaris merupakan peraturan yang mengikat bagi mereka yang membuatnya, maka syarat sahnya suatu perjanjian wajib ada dalam pembuatan akta Notaris sesuai dengan Pasal 1320 KUHPer. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 1363/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Utr, Akta Pengikatan Jual Beli yang dibuat Notaris dinyatakan dirampas untuk dimusnahkan oleh Majelis Hakim karena akta tersebut telah dipergunakan untuk melakukan kejahatan pemalsuan. Penelitian ini untuk mengetahui kekuatan pembuktian akta Notaris yang dirampas oleh negara yang lahir dari Perbuatan Melawan Hukum dalam perkara pidana dan akibat hukum terhadap akta Notaris yang dirampas oleh negara dalam perkara pidana ditinjau dari perspektif hukum perdata. Untuk penelitian normatif dengan dilakukan pengumpulan data sekunder yang didapatkan dari bahan primer, bahan sekunder, dan bahan tersier. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa Akta Notaris yang dirampas oleh negara jika ditinjau dari perspektif hukum perdata akta tersebut menjadi akta yang batal demi hukum karena akta itu tidak memenuhi syarat objektif sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu sebab yang halal karena akta Notaris tersebut telah melanggar ketentuan perundang-undangan yaitu pemalsuan yang diatur dalam KUHP dan akta tersebut digunakan untuk melakukan kejahatan yang mengakibatkan akta tidak mempunyai kekuatan yang sempurna dan tidak mengikat sehingga akta Notaris yang dirampas oleh negara kehilangan keotentikannya. Sedangkan akibat hukumnya akta yang dirampas oleh negara tersebut jika ditinjau dari perspektif hukum perdata adalah batal demi hukum yang artinya Akta Pengikatan Jual Beli tersebut dianggap tidak pernah ada dan jika ditinjau dari perspektif hukum perdata akta Notaris itu batal demi hukum karena terpenuhinya unsur-unsur PMH dalam akta Notaris tersebut.