Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik)
https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik
<p align="justify"><img src="/public/site/images/andhy212/cover_vol_1_no_1.png"></p> <p align="justify">Jurnal Selisik merupakan media yang diterbitkan oleh Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca sarjana Universitas Pancasila. Pada awal berdirinya Jurnal Selisik dikhususkan pada ragam gagasan hukum dan bisnis. Hal ini tidak lepas dari pengkhususan program studi di PMIH, yakni Hukum Dan Bisnis. Sejalan dengan perkembangan dan pengembangan PMIH, yakni dibukanya program studi baru mengenai Hukum Konstitusi dan Tata Kelola Pemerintahan, maka tema dan fokus Jurnal Selisik juga mengalami perluasan. Maka, mulai terbitan volume 3, edsi 5 Juni 2017, Jurnal Selisik mengabungkan tema Hukum, Bisnis, Hukum Konstitusi dan Tata Kelola Pemerintahan sebagai basis susbtansi kajiannya.</p>Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasilaen-USJurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) 2460-4798KEBIJAKAN HUKUM PERLINDUNGAN PRODUK UMK INDONESIA TERHADAP PRAKTIK CROSS BORDER MELALUI E-COMMERCE
https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/8037
<p>Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik cross border melalui e-commerce dan antisipasi kebijakan hukum yang dilakukan Indonesia dalam melindungi produk UMK. Produk UMK Indonesia jumlahnya banyak namun kalah bersaing dari sisi harga dari produk luar. Penyebabnya adalah masuknya produk impor yang over produksi di negaranya dengan daya saing harga yang lebih rendah melalui e-commerce dan masih adanya impor illegal. Dominasi produk impor tersebut telah meruntuhkan eksistensi produk UMK Indonesia di pasar domestik. Menggunakan metode yuridis normative dengan pengumpulan data melalui studi kepustakaan yang analisisnya menggunakan yuridis kualitatif diketahui bahwa Pemerintah Indonesia belum konsisten menyusun aturan yang tepat dalam mengantisipasi masuknya barang luar ke Indonesia melalui sistem <em>cross border</em>. Rencana penerapan tarif impor yang tinggi merupakan kebijakan hukum fiscal jangka pendek perlu diimbangi dengan kebijakan jangka panjang berupa perbaikan tata kelola impor dan pemberdayaan UMK. Pembentukan satgas impor illegal dan penegakan hukum berupa penerapan sanksi hukum yang maksimal mampu memberikan efek jera dan menekan praktik impor illegal.</p>Sudaryat
Copyright (c)
2024-12-252024-12-25102115KELEMBAGAAN PENGAWAS PELINDUNGAN DATA PRIBADI DALAM PRESPEKTIF PRINSIP IKTIKAD BAIK
https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/8039
<p>Pasal 58 UU Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) mengamanatkan pembentukan lembaga pelindungan data pribadi yang memonitoring, perumusan kebijakan strategis dan adjudikasi pelanggaran pelindungan data pribadi dan kewenangan yang luas sebagaimana terdapat dalam Pasal 60 UU PDP. Data pribadi milik data subjek pada platform e-Commerce rentan disalahgunakan karena persetujuan pemrosesan berlangsung melawan hukum dan melanggar prinsip pemrosesan data pribadi. Kelembagaan pelindungan data pribadi adalah peranan negara guna menyeimbangkan relasi yang timpang antara platform dengan pengguna sebagau pengguna saat perwujudan persetujuan pemrosesan data pribadi. Pembentukan lembaga pelindungan data pribadi harus mengambil contoh dari keberhasilan dan pembelajaran negara lain seperti di Singapura dan Amerika yang berbasis pada keduanya. Berdasarkan itu maka pertanyaan penelitian jurnal ini adalah bagaimana tugas, kewenangan dan bentuk lembaga pelindungan data pribadi dibeberapa negara dan bagaimana bentuk lembaga pelindungan data pribadi yang sesuai dengan UU PDP. Metode penulisan ini adalah yuridis normatif. Di dunia ada 3 model yakni multi, duo dan single. Dari model single terdapat 2 pilihan yakni <em>independent</em> atau <em>lead supervisory authority</em>. Indonesia berdasarkan Pasal 58 UU PDP lebih tepat membentuk badan dengan model <em>lead supervisory authority</em> yang memadukan peran beberapa Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK) dan Kementrian menjadi garda terdepan pelindungan data pribadi di Indonesia.</p>Alvon Kurnia PalmaWetria Fauzi
Copyright (c)
2024-12-252024-12-251021643IMPLEMENTASI PELINDUNGAN DATA PRIBADI PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2022
https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/8047
<p>Perkembangan teknologi informasi dan potensi ekonomi digital yang cukup besar juga diiringi oleh beberapa dampak negatif antara lain ancaman terhadap hak atas privasi dan data diri warga negara. Hak atas privasi atau privacy right merupakan salah satu hak dalam fundamental right. Hak atas privasi walaupun bukan hak asasi yang absolut akan tetapi perlindungan hukum akan hak privasi tetap sangat krusial di era ekonomi digital ini. Pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi konsumen yang bertransaksi secara online. Sehingga apa yang dilakukan oleh masyarakat selaku konsumen akan merasa aman dalam melakukan transaksi secara online. Rumusan masalah penelitian ini adalah: bagaimanakah regulasi terkait pelindungan data pribadi menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia? dan bagaimanakah implementasi pelindungan data pribadi pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022? Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi disahkan untuk mengharmonisasikan aturan-aturan data pribadi dalam satu kerangka hukum yang menjadi acuan. Dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan sektoral data pribadi, yang memiliki ketentuan lebih spesifik terkait dengan data pribadi. Kelebihan undang-undang ini adalah mengatur hal-hal baru yang telah sejalan dengan aturan pelindungan data pribadi yang telah berlaku di Uni Eropa, yaitu The General Data Protection Regulation (GDPR), antara lain mengenai pengendali data (data controller), prosesor data (data processor), dan subjek data pribadi (data subject rights). Selain itu tidak hanya melindungi data pribadi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di wilayah hukum Indonesia namun juga WNA sedang bertempat tinggal di luar wilayah hukum Indonesia sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022.</p>Robby Minatase
Copyright (c)
2024-12-252024-12-251024464PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENCUCIAN UANG PADA PT FIRST ANUGRAH KARYA WISATA (FIRST TRAVEL) DAN PT AMANAH BERSAMA UMMAT (ABU TOURS & TRAVEL) (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3095 K/Pid.Sus/2018 Dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1577 K/Pid.Sus/2021)
https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/8048
<p>Banyaknya tindak pidana korporasi dalam kejahatan pencucian uang diakibatkan karena tidak dipatuhinya aturan yang berlaku. Terjadinya pencucian uang tersebut diantaranya dilakukan oleh beberapa korporasi yang merupakan biro perjalanan wisata haji dan umrah. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pengaturan mengenai pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh PT First Anugrah Karya Wisata (First Travel) dan PT Amanah Bersama Ummat (Abu Tours & Travel)? dan bagaimana terjadinya disparitas dalam menentukan pertanggungjawaban pidana oleh PT First Anugrah Karya Wisata (First Travel) dan PT Amanah Bersama Ummat (Abu Tours & Travel) dan pengurusnya pada Tindak Pidana Pencucian Uang? Jenis penelitian yang dilakukan adalah yuridis normatif. Korporasi tersebut merupakan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah sehingga melanggar Pasal 46 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Penjatuhan saksi kepada beberapa korporasi tersebut memiliki keunikan dalam segi pertanggungjawaban pidananya. Hal itulah yang memunculkan terjadinya disparitas pada beberapa putusan pengadilan atas kasus korporasi dengan lini bisnis perjalanan wisata haji dan umrah yang melakukan tindak pidana pencucian uang. </p>Reza Faizal Ismail Iryani
Copyright (c)
2024-12-252024-12-251026589 TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TERHADAP MANIPULASI INFORMASI ELEKTRONIK (Studi Kasus Putusan Nomor 869/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Brt)
https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/8050
<p>Perkembangan teknologi di era yang modern kejahatan tindak pidana semakin bervariasi dan dapat dilakukan dengan cara-cara yang mutakhir, sehingga menjadi tantangan bagi pemerintah untuk mencegah berkembangnya kasus <em>cyber crime</em> terutama kasus manipulasi informasi elektronik di Indonesia. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana perlindungan hukum nasabah perbankan terhadap tindak pidana pencucian uang yang merupakan hasil tindak pidana manipulasi informasi atau dokumen elektronik? dan bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang dengan modus illegal acces internet banking berdasarkan 869/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Brt? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu dengan mengkaji/menganalisis data sekunder yang berupa bahan-bahan primer dan bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai seperangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem Perundang-undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Penanganan kasus kejahatan siber sering mengalami kesulitan terutama dalam penangkapan pelaku dan pengambilan barang bukti. Dalam penangkapan pelaku, seringkali sulit untuk mengidentifikasi pelakunya karena tindakan tersebut dilakukan melalui komputer yang dapat dilakukan dari mana saja tanpa sepengetahuan orang lain, sehingga tidak ada saksi yang melihatnya secara langsung.</p>Van Arly Marasut
Copyright (c)
2024-12-252024-12-2510290117KOORDINASI ANTARLEMBAGA PEMERINTAH DALAM MELINDUNGI JUSTICE COLLABORATOR DI INDONESIA
https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/8051
<p>Kajian ini membahas mengenai upaya perlindungan terhadap <em>justice collaborator </em>di Indonesia, terutama dari aspek koordinasi antarlembaga. Untuk membahas hal tersebut, kajian ini memanfaatkan metode kajian yuridis normatif, dan analisisnya akan dilakukan secara kualitatif. Kajian ini menyimpulkan bahwa aspek kelembagaan memang masih menjadi salah satu kendala yang dihadapi dalam implementasi hukum perlindungan bagi <em>justice collaborator. </em>Dalam praktik, masih ditemukan kelemahan dalam koordinasi antarlembaga sehingga perlindungan terhadap <em>justice collaborator </em>belum maksimal. Namun demikian, saat ini juga telah terlihat upaya dari instansi-instansi pemerintah untuk bekerja sama memperbaiki koordinasi antarlembaga dalam upaya melindungi <em>justice</em> <em>collaborator.</em></p> Didi SunardiAgus Surono Diani KesumaEndra Wijaya
Copyright (c)
2024-12-252024-12-25102118136 PENETAPAN TERSANGKA PADA TINDAK PIDANA KORUPSI YANG MERUGIAN KEUANGAN NEGARA (Studi Kasus Putusan Nomor 8/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Bjm)
https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/8052
<p>Pada perkara dugaan tindak pidana korupsi Progam Bantuan Kartu Indonesia Pintar Kuliah Tahun Akademik 2020 dari Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Tahun Anggaran 2020 dan 2021 pada Universitas Nahdlatul Ulama Kalimantan Selatan. Penyidik mengacu kepada Laporan Polisi Nomor: LP/A/191/V/2022/SPKT Ditreskrimsus/Polda Kalimantan Selatan, dan Surat Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kalimantan Selatan Nomor: PE.03.03/SR-1067/PW16/5/2022, tentang Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pemotongan Dana Bantuan Biaya Hidup yang diterima oleh Mahasiswa yang dilakukan oleh Rif’atul Hidayat. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah pengaturan terkait penetapan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara? dan bagaimanakah keabsahan Laporan Hasil Audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan dalam tindak pidana korupsi (Studi Kasus Putusan Nomor 8/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Bjm)? Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Pengaturan penetapan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara, ada beberapa kriteria dalam menentukan kerugian negara, penentuan nilai kerugian negara dilakukan oleh Kejaksaan. berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan atau dapat pula berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk menghadirkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara sebagai alat bukti awal persidangan mengenainya nilai kerugian negara yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi. Putusan Nomor 8/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Bjm, yang menyatakan bahwa Terdakwa Rif’atul Hidayat telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan Laporan Hasil Audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan adalah dinyatakan sah.</p>Kristofel Rendi Wiku
Copyright (c)
2024-12-252024-12-25102137162PENERAPAN KECERDASAN BUATAN (ARTIFICIAL INTELLIGENCE) DALAM PROSES LEGISLASI DAN SISTEM PERADILAN DI INDONESIA
https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/8053
<p>Revolusi Industri 4.0, penerapan kecerdasan buatan (AI) dalam sistem hukum di Indonesia menawarkan potensi besar, namun menghadapi berbagai tantangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif untuk menganalisis regulasi yang ada dan tantangan yang dihadapi dalam implementasi AI di bidang hukum. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, dan analisis dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa AI dapat mempercepat proses legislasi dan peradilan, namun penerapannya di Indonesia masih terkendala aspek regulasi, etika, dan teknologi. Diperlukan kerangka hukum yang lebih komprehensif serta pengawasan manusia untuk memastikan keadilan dan kepastian hukum tetap terjaga. Infrastruktur teknologi yang mendukung AI juga perlu dikembangkan lebih lanjut agar AI dapat diimplementasikan dengan aman dan efektif dalam sistem hukum di Indonesia. Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Penjatuhan saksi</p>Masinton Pasaribu
Copyright (c)
2024-12-252024-12-25102163181PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA INFORMAL DALAM BINGKAI UU CIPTA KERJA
https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/8054
<p>Tujuan pembentukan Negara Republik Indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiel maupun spiritual. Berbagai upaya dilakukan diantaranya dengan menarik investasi dan meningkatkan perekonomian masyarakat untuk itu dibutuhkan peraturan. UU Ciptakerja adalah salah satu sarana untuk mewujudkan tujuan tersebut. Pekerja formal sebagai bagian dari tenaga kerja adalah kelompok yang sudah mendapatkan perlindungan dari negara. Bagaimana Perlindungan terhadap pekerja informal dalam Undang-undang Cipta Keja. Jenis penelitian ini deskriptif kualitatif dan bersifat yuridis normative. Bahan hukum yang digunakan yaitu: Bahan Hukum primer dan Bahan Hukum sekunder dengan pendekatan Undang-Undang (<em>Statute Approach</em>) dan konseptual (<em>Conceptual Approach</em>). perlindungan untuk pekerja sector informal sangat lemah. Muatan-muatan perlindungan terhadap pekerja informal yang hilang dari Undang-undang Cipta Kerja hendaknya diatur kembali sehingga salah satu tujuan terbentuknya undang-undang untuk mencapai keadilan bisa terwujud</p> <p> </p>Endang SupraptiArihta Esther Tarigan Eni jaya Jum Anggriani
Copyright (c)
2024-12-252024-12-25102182191REFORMULASI PENGATURAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 18/PUU-XVII/2019
https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/8055
<p>Dampak dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 terhadap pengaturan eksekusi jaminan fidusia adalah, ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UU Fidusia) dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga Serifikat Jaminan Fidusia tidak lagi mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan penerima fidusia tidak dapat menjual objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri, kecuali terdapat kesepakatan penentuan cidera janji dan kesukarelaan pemberi fidusia menyerahkan objek jaminan fidusia. Reformulasi pengaturan eksekusi objek jaminan fidusia agar memberi keseimbangan kepentingan antara penerima dan pemberi fidusia adalah reformulasi Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UU Fidusia masing-masing pada bagian Penjelasan-nya yang pada pokoknya menjelaskan bahwa apabila pemberi fidusia tidak secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia, maka penerima fidusia harus membuat permohonan Penetapan eksekusi ke Pengadilan Negeri, dan apabila tidak ada kesepakatan penentuan cidera janji, maka penentuannya harus dibuktikan di Pengadilan melalui suatu gugatan.</p>Ai Hisanru Sebastian Manurung
Copyright (c)
2024-12-252024-12-25102192215PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI TERHADAP KORBAN PENIPUAN PEMBELIAN APARTEMEN PURI CITY
https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/8056
<p>Perbuatan pidana korupsi korporasi dilakukan dengan berbagai modus, menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku dengan tujuan menguntungkan perusahaan. Namun penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi korporasi, sangat jarang dihadapkan di pengadilan. Biasanya pengurus korporasi saja yang mewakili perseroan di muka hukum. Sementara masyarakat menghendaki agar korupsi yang dilakukan korporasi tidak cukup menjerat Direksinya saja, tapi menjatuhkan juga sanksi pidana pada korporasinya. suatu badan hukum dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) dapat dikenai tindak pidana, yaitu pidana denda berdasarkan Pasal 30 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah yang menjadi alasan dipailitkannya PT. Mahkota Berlian Cemerlang oleh para nasabahnya, dan bagaimanakah tanggung jawab PT. Mahkota Berlian Cemerlang setelah dinyatakan pailit berdasarkan putusan Nomor: 1257 K/Pdt.Sus.Pailit/2023? Alasan-alasan dipailitkannya PT Mahkota Berlian Cemerlang telah terpenuhi sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan & PKPU, "debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan baik atas permohonannya sendiri atau atas permohonan satu atau lebih krediturnya." PT Mahkota Berlian Cemerlang dapat dimintakan pertanggungjawaban Pidana sebagai pelaku tindak pidana korupsi, berdasarkan teori Pertanggungjawaban Pidana Korporasi bahwa perbuatan yang dilakukan oleh pengurus PT MBC untuk kepentingan dan keuntungan korporasi, dan dengan doktrin <em>vicarious liability</em>, bahwa seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan dan kesalahan orang lain.</p>Gunawan
Copyright (c)
2024-12-252024-12-25102216231PENGAKUAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT KASEPUHAN DI KABUPATEN LEBAK BANTEN DALAM PENGELOLAAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 35/PUU-X/2012
https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/8058
<p>Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012, pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat oleh pemerintah merupakan harapan bagi semua masyarakat Hukum Adat untuk menguasai dan mengelola Hutan Adat mereka yang selama ini menjadi sumber permasalahan konflik dengan Subyek Hukum lain dalam pengelolaan Hutan. Terbitnya Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No. 8 Tahun 2015 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan, yang mana jumlah masyarakat hukum adat Kasepuhan yang diakui tidak sebanding dengan jumlah wilayah adat yang terlampir dari produk hukum yang sama. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana kedudukan masyarakat hukum adat dan pengelolaan hutan adat pada sejarah ketatanegaraan Indonesia? dan bagaimana pengakuan hak masyarakat Hukum Adat Kasepuhan di Kabupaten Lebak Banten Dalam Pengelolaan Hutan Adat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012? Penelitian ini menitik beratkan pada metode penelitian hukum kepustakaan, yang diteliti adalah bahan pustaka atau data sekunder. Data sekunder terdiri dari: bahan hukum primer, bahan humum sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian ini menujukan bahwa Kedudukan Masyarakat Hukum Adat dan pengelolaan hutan adat dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia mencerminkan perjalanan yang panjang dan kompleks dalam mengakui hak-hak adat dan pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat adat. Pada masa kolonial, masyarakat Hukum Adat hanya dipandang sebagai bewekers atau hanya penggarap lahan saja karena domain hutan adalah milik negara. Sedangkan dalam era UU Kehutanan Hutan Adat diklasikasikan sebagai Hutan Negara sehingga seringkali menimbulkan konflik. Barulah pasca Putusan Mahkamah Konsitusi No. 35/PUU-X/2012 Hutan Adat diakui sebagai hutan hak sehingga memberikan perlindungan terhadap hak Masyarakat Hukum Adat untuk mengelola hutan adatnya.</p> Utami Yustihasana UntoroChrisbiantoro
Copyright (c)
2024-12-252024-12-25102232262