Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik <p align="justify"><img src="/public/site/images/andhy212/cover_vol_1_no_1.png"></p> <p align="justify">Jurnal Selisik merupakan media yang diterbitkan oleh Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca sarjana Universitas Pancasila. Pada awal berdirinya Jurnal Selisik dikhususkan pada ragam gagasan hukum dan bisnis. Hal ini tidak lepas dari pengkhususan program studi di PMIH, yakni Hukum Dan Bisnis.&nbsp;Sejalan dengan perkembangan dan pengembangan PMIH, yakni dibukanya program studi baru mengenai Hukum Konstitusi dan Tata Kelola Pemerintahan, maka tema dan fokus Jurnal Selisik juga mengalami perluasan.&nbsp;Maka, mulai &nbsp;terbitan volume 3, edsi 5 Juni 2017, Jurnal Selisik mengabungkan tema &nbsp;Hukum, Bisnis, &nbsp;Hukum Konstitusi dan Tata Kelola Pemerintahan sebagai basis susbtansi kajiannya.</p> en-US agus.sorono@gmail.com (Agus Surono, S.Sos) selisik@univpancasila.ac.id (Muhammad Wildan Muttaqien) Sun, 07 Jul 2024 00:00:00 +0000 OJS 3.1.2.0 http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss 60 VIRAL SEBAGAI SARANA PEMBELAAN DIRI (Kajian Kemungkinan Penuntutan Pidana dalam “No Viral No Justice”) https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7036 <p>Belakangan ada kecenderungan orang memviralkan ketidakadilan yang<br>dialaminya. Hal tersebut dilatari pandangan “no viral no justice,” sehingga<br>diyakini setelah menjadikan viral terlebih dahulu maka korban baru akan<br>mendapatkan keadilan. Tetapi budaya membuat viral di media sosial rentan<br>dengan risika akan berhadapan dengan UU ITE, sekalipun memviralkan<br>peristiwa yang dialami juga sebagai pembalasan. Ketika seseorang<br>mengalami suatu perbuatan, perbuatan itu akan dapat memancingnya<br>melakukan balasan. Bila seseorang mendapat tekanan, maka secara alamiah<br>orang tersebut akan memberikan reaksi melawan tekanan tersebut, yang<br>lazimnya dengan kekuatan yang sama besar. Bagaimana bila tekanan yang<br>dialami seseorang memancing perbuatan pidana sebagai reaksinya? Apakah<br>pelakunya dapat dibebaskan/dilepaskan dari tanggung jawab dengan alasan<br>pembelaan diri? Dalam Hukum Pidana, dikenal adanya pembelaan terpaksa<br>(noodweer) dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer<br>excess). Perdebatan noodweer atau noodweer excess sering dijumpai pada<br>pelaku tindak pidana terhadap nyawa (seperti pembunuhan/doodslag),<br>terhadap tubuh (seperti penganiayaan/mishandeling) ataupun terhadap harta<br>benda/bangunan (seperti pengrusakan: vernielen maupun beschaidigen).<br>Apakah mungkin noodweer atau noodweer excess ada dalam tindak pidana<br>berbasis teknologi informasi, seperti dalam fenomena “no viral no justice”?<br>Bagaimana penerapan noodweer atau noodweer excess dalam kasus konkrit?<br>Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, dilakukan<br>kajian sebagai penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundangundangan, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual, yang didasarkan<br>pada teori tentang perbuatan pidana dan tentang pertanggungjawaban<br>pidana. Kajian akan diperdalam dengan menelisik penerapannya dalam<br>putusan-putusan pengadilan dan proyeksinya pada saat berlakunya UU No. 1<br>Tahun 2023 sebagai KUHP Nasional nanti</p> Eleazar Josiah Tirtakusuma, Andreas Eno Tirtakusuma Copyright (c) 2024 https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7036 Sun, 30 Jun 2024 00:00:00 +0000 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA SUAP DALAM PROYEK PEMBANGUNAN MEIKARTA (Studi Kasus Putusan Nomor 8/Pid.SusTPK/2020/PN Bdg) https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7038 <p>Dewasa ini tindak pidana suap tidak hanya dilakukan oleh perorangan saja,<br>akan tetapi juga oleh korporasi. Dalam hal ini, pihak korporasi berusaha<br>mendominasi pengambilan keputusan di tingkat pejabat negara tingkat atas<br>dengan jalan memberi uang sogokan atau suap. Dapat dikatakan bahwa<br>kasus-kasus korupsi yang melibatkan korporasi ini hanyalah fenomena gunung<br>es dari budaya suap menyuap dalam menjalankan bisnis di negeri ini. Tindak<br>pidana korupsi korporasi merupakan fenomena yang berkembang pesat<br>dewasa ini. Masyarakat menghendaki agar korupsi yang dilakukan korporasi<br>tidak cukup menjerat Direksinya saja, tapi menjatuhkan juga sanksi pidana<br>pada korporasinya. Melalui UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan<br>Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun<br>2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang<br>Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUTPK), yang dapat dikenakan pula<br>terhadap Perseroan Terbatas. Penelitian ini akan mencari Pertanggungjawaban<br>Pidana Direksi Perseroaan Dihubungkan Dengan Korporasi Sebagai Bagian<br>Dari Penyertaan Tindak Pidana Suap Dalam Proyek Meikarta” (Studi Kasus<br>Putusan No. 8/Pid.Sus-TPK/2020/PN Bdg)”, serta mencari tahu mengapa<br>setelah putusan ini keluar, menjadikan proyek ini macet</p> Wawan Hermawan, Ismail, Dewi Iryan Copyright (c) 2024 https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7038 Sun, 30 Jun 2024 00:00:00 +0000 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGHADAP PENYANDANG DISABILITAS DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIS https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7039 <p>Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan<br>Notaris Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang<br>Jabatan Notaris mengatur tentang ketentuan penandatanganan yaitu “segera<br>setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap,<br>saksi dan notaris, kecuali apabila penghadap yang tidak dapat membubuhkan<br>tandatangan dengan menyebutkan alasannya, alasan sebagaimana dimaksud<br>dinyatakan tegas pada akhir akta”. Di sisi lain, terdapat perbedaan dalam hal<br>susunan Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN-P yaitu keberadaan adanya kewajiban<br>bahwa Notaris wajib melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap<br>pada minuta akta. Masalah Yang timbul yaitu bagaimana perlindungan<br>hukum bagi penghadap penyandang disabilitas dalam pembuatan akta<br>dihadapan notaris serta akibat hukumnya terhadap akta tersebut.<br>Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, hal ini disebabkan<br>karena adanya kekosongan norma tentang penandatanganan akta notaris<br>apabila penghadapnya mempunyai keterbatasan fisik sehingga tidak dapat<br>menandatangani akta tersebut. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan<br>hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa<br>pengaturan hukum terhadap penyandang disabilitas yang tidak memiliki<br>tangan dalam pembuatan akta notaris belum diatur secara tegas dalam<br>Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris Perubahan<br>Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris</p> Triami Arie Vanensa, Fitra Deni, BF. Sihombing Copyright (c) 2024 https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7039 Sun, 30 Jun 2024 00:00:00 +0000 IMPLEMENTASI RESTORASI JUSTICE TERHADAP TINDAK PIDAN PENCURIAN DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7040 <p>Restorative Justice adalah upaya untuk memberikan suatu pemulihan<br>hubungan dan penebusan kesalahan yang ingin dilakukan oleh pelaku tindak<br>pidana terhadap korban di luar pengadilan dengan maksud agar permasalahan<br>hukum yang timbul akibat terjadinya perbuatan pidana tersebut dapat<br>diselesaikan dengan baik dengan tercapainya persetujuan dan kesepakatan<br>diantara para pihak. Pada 12 Mei 2022 terjadi kasus pencurian sepeda motor di<br>Kota Bogor. Pelaku kemudian diserahkan ke Kantor Polsek Bogor Selatan dan<br>dijerat pidana sesuai pasal 363 ayat (1) ke-3 dan ke-5 KUHP. Pendekatan yang<br>digunakan adalah pendekatan perundang-undangan. Peneliti menggunakan<br>teori Restorative Justice untuk memberikan rekomendasi pada kasus tersebut.<br>Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pelaku atau korban sepakat untuk<br>berdamai dimana pelaku mengaku bersalah, menyesal dan berjanji tidak akan<br>mengulangi perbuatannya, dan korban juga memafkan perbuatan pelaku.<br>Berdasarkan Pasal 140 Ayat (2) huruf a KUHAP, Kejaksaan Kota Bogor melalui<br>Jaksa Penuntut Umum dapat menghentikan penuntutan atas pelaku pidana<br>tersebut dengan alasan perkara dapat ditutup “demi hukum”, hal ini dilakukan<br>karena telah ada penyelesaian perkara di luar pengadilan (afdoening buiten<br>process)”</p> Estu Bondan Copyright (c) 2024 https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7040 Sun, 30 Jun 2024 00:00:00 +0000 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA DALAM PERDAGANGAN MELALUI SOCIAL COMMERCE TIKTOK SHOP https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7041 <p>Adanya Tiktok Shop dalam fitur platform Tiktok membuat terjadinya<br>pertentangan antara perdagangan secara konvensional dengan digital.<br>Fitur ini telah menyebabkan banyak perdagangan konvensional gulung tikar<br>dikarenakan pembeli atau konsumen telah beralih dari kebiasaan berbelanja<br>langsung menjadi berbelanja secara daring atau online. Belum jelasnya izin<br>Tiktok yang berstatus social commerce tersebut menyebabkan platform<br>Tiktok yang menyediakan belanja online Tiktok Shop ditutup pada tanggal 4<br>Oktober 2023, yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan<br>Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan,<br>dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagngan melalui Sistem Elektronik.<br>Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah akibat hukum terbitnya<br>Permendag Nomor 31 Tahun 2023 bagi Platform Tiktok? dan bagaimanakah<br>perlindungan hukum terhadap pelaku usaha dalam perdagangan melalui<br>social commerce Tiktok Shop? Terbitnya Permendag Nomor 31 Tahun 2023<br>bagi Platform Tiktok adalah berpotensi terjadinya persaingan usaha tidak<br>sehat. Pelaku usaha maupun affiliate yang terdampak dari penutupan TikTok<br>Shop ini bisa saja melakukan tindakan yang melenceng dari hukum agar tidak<br>mengalami kerugian dengan menyepakati perjanjian antara pelaku usaha<br>pesaing dalam pembagian wilayah pemasaran produk guna meminimalkan<br>kerugian yang dialami. Perlindungan hukum bagi pelaku usaha dalam<br>transaksi bisnis pada social commerce TikTok Shop diatur secara preventif<br>oleh beberapa peraturan perundang-undangan, yakni KUH Pidana, UUPK, UU<br>ITE, serta peraturan pendukung UU ITE, yakni PP PMSE dan Permendag No.<br>50/2020</p> Henry Simbolon, Dea Tunggaesti Copyright (c) 2024 https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7041 Sun, 30 Jun 2024 00:00:00 +0000 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA ATAS PERINTAH ATASAN BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DI INDONESIA https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7042 <p>Indonesiamenentangkasus tindakpidanapembunuhan,hal initertuangdalam<br>bentuk produk undang-undang ataupun peraturan perundang-undangan<br>khususnya pada KUHPidana. Pembunuhan oleh Pasal 338 KUHP dirumuskan<br>sebagai barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain,<br>diancam karena pembunuhan dengan penjara paling lama 15 tahun. Tindak<br>pidana pembunuhan berencana merupakan gangguan terhadap ketentraman<br>masyarakat dan ketertiban negara. Pasal 51 ayat(1) KUHPidana ini dirumuskan<br>suatu alasan penghapus pidana yang berdasarkan pada pelaksanaan perintah<br>jabatan, khususnya perintah jabatan yang sah atau dengan wewenang.<br>Pertanggungjawaban pidana adalah suatu bentuk yang menentukan apakah<br>seseorang tersebut dibebaskan atau dipidana dan apabila perbuatan tersebut<br>dilakukan karena perintah jabatan maka harus dimaknai ketentuan Pasal 51<br>KUHPidana. Hakim dalam memutus berdasarkan peraturan perundangundangan di Indonesia. Hakim dalam hal ini, menempatkan wewenang dalam<br>dirinya (dalam mengadili perkara yang konkret) sebagai pelaku penentu<br>apakah telah terdapat keadaan khusus dalam diri pelaku, seperti dirumuskan<br>dalam alasan penghapus pidana</p> Marselinus Abi, Puguh Aji Hari Setiawan, Nyoman Tio Rae Copyright (c) 2024 https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7042 Sun, 30 Jun 2024 00:00:00 +0000 JERAT HUKUM PELAKU CYBERSTALKING DALAM UU ITE 2024 DAN KUHP (KUHP SAAT INI DAN MASA MENDATANG/ UU 1/2023) https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7043 <p>Penelitian ini menggali implikasi hukum yang kompleks dari cyberstalking di<br>bawah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia saat ini (KUHP) dan<br>Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) 2024. Penelitian<br>ini juga memasukkan analisis komparatif dengan amandemen yang akan<br>datang di bawah UU 1/2023. Dengan menggunakan pendekatan yuridis<br>normatif, studi ini secara teliti menelaah regulasi perundang-undangan dan<br>keputusan pengadilan untuk merumuskan strategi hukum yang efektif dalam<br>menuntut dan membuktikan kasus cyberstalking. Temuan menunjukkan bahwa<br>undang-undang saat ini tidak cukup mengatasi kompleksitas yang halus dari<br>stalking digital. Hal ini menyoroti kebutuhan kritis akan legislasi yang lebih<br>spesifik dan kuat yang lebih baik melayani lanskap digital yang berkembang.<br>Studi ini menyarankan bahwa memperkuat kerangka kerja hukum dan<br>kemampuan penegakan hukum sangat penting untuk meningkatkan<br>perlindungan bagi korban dan memastikan pencegahan yang memadai bagi<br>pelaku. Tujuan utamanya adalah menciptakan lingkungan digital yang lebih<br>aman, mengurangi insiden dan dampak cyberstalking melalui definisi hukum<br>yang lebih jelas, hukuman yang lebih berat, dan langkah penegakan hukum<br>yang lebih efektif. Penelitian ini menekankan pentingnya reformasi hukum<br>berkelanjutan dan pendidikan untuk mengikuti perkembangan teknologi dan<br>perubahan interaksi pribadi dalam ruang digital</p> Juharwati Copyright (c) 2024 https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7043 Sun, 30 Jun 2024 00:00:00 +0000 TANGGUNGJAWAB NEGARA DALAM PEMENUHAN KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEPERCAYAAN BERDASARKAN UNDANG UNDANG DASAR 1945 https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7044 <p>UUD 1945 telah dijamin dengan tegas mengenai penghormatan dalam<br>pemenuhan kebebasan beragama dan berkeyakinan, akan tetapi dalam<br>praktiknya masih terdapat banyak pelanggaran hak asasi manusia,<br>khususnya kebebasan beragama dan kepercayaan, ini semua di luar 6<br>agama yang diberikan pengakuan oleh UU 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan<br>Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Oleh karena itu bagi kelompok<br>penghayat kepercayaan mengalami diskriminasi yang tidak berkesudahan<br>dalam perjalanannya. Perubahan dan penegasan kembali kebebasan<br>beragama dan berkeyakinan dalam perubahan Undang-Undang Dasar<br>Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak serta merta mengubah praktik<br>diskriminasi terhadap kebebasan beragama dan berkenyakinan tersebut.<br>Upaya-upaya untuk penghormatan dan pengakuan terus dilakukan, baik oleh<br>korban maupun kelompok masyarakat sipil, harapan itu terus bergulir di hati<br>sanubari mereka, walapun ada sedikit perubahan. Bagi kelompok masyarakat<br>sipil yang memeluk keyakinan tersebut selalu berharap kepada Negara<br>dapat memberikan pemenuhan dan penghormatan kebebasan beragama<br>dan berkenyakinan yang merupakan hak asasi yang paling fundamental<br>dalamkehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, yang menjadi<br>persoalan adalah bagaimanakah atnggungjawab negara dalam pemenuhan<br>hak terhadap kebebasan beragama dan berkepercayaan berdasarkan UUD<br>1945. Maka dengan demikian, yang perlu diperjelas bahwa negara sebagai<br>organisasi hukum memiliki tugas hukum ( legal duty) dan kewajiban hukum<br>(legal obligation) dari organ of the state sekaligus sebagai organ of the law<br>guna melindungi hak asasi manusia dalam segala bidang. termasuk tanggung<br>jawab dalam pemenuhan atas hak kebebasan beragama dan berkenyakinan<br>sesuai amanat UUD 1945</p> Asep Bambang Hermanto, M. Isnur Copyright (c) 2024 https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7044 Sun, 30 Jun 2024 00:00:00 +0000 ANALISA YURIDIS PASAL-PASAL KHUSUS TERKAIT KEJAHATAN SIBER DALAM KUHP BARU (UU 1/2023) https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7045 <p>Penelitian ini menyelidiki analisis yuridis terhadap pasal-pasal khusus terkait<br>kejahatan siber dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru<br>Indonesia (UU No. 1 Tahun 2023). Dengan menggunakan metode yuridis<br>normatif, penelitian ini menilai efektivitas dan kelengkapan regulasi baru dalam<br>menangani berbagai bentuk kejahatan siber. Hasil penelitian menunjukkan<br>bahwa UU No. 1 Tahun 2023 menyediakan kerangka hukum yang lebih kuat<br>dibandingkan dengan regulasi sebelumnya, dengan merinci elemen-elemen<br>tindak pidana kejahatan siber secara jelas dan menetapkan sanksi yang<br>signifikan untuk mencegah aktivitas tersebut</p> Yosua Hia Copyright (c) 2024 https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7045 Sun, 30 Jun 2024 00:00:00 +0000 MARAKNYA GUGATAN LELANG: KAJIAN YURIDIS PENETAPAN NILAI LIMIT OBYEK LELANG HAK TANGGUNGAN https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7046 <p>Maraknya gugatan lelang akibat penetapan nilai limit yang rendah ditambah<br>tidak sesuainya nilai tersebut dengan harga jual mengakibatkan kerugian<br>bagi beberapa pihak. Nilai limit merupakan hal wajib yang dicantumkan<br>dalam pelaksanaan lelang wajib, dimana penetapannya diserahkan kepada<br>penjual dengan melibatkan tim penilai independen. Penelitian ini bertujuan<br>untuk mengetahui kajian yuris penetapan nilai lelang melalui pendekatan<br>normative melalui PMK No 122 Tahun 2023 dan UUHT 4 Tahun 1996. Hasil<br>studi mengatakan bahwa penetapan nilai limit dilakukan berdasarkan laporan<br>penilai, laporan penaksir dan perkiraan harga sendiri. Dan dalam praktiknya<br>memiliki kemungkinan penyusutan sehingga menurunkan nilai limit obyek<br>lelang</p> Lydia Fransiscani Br.Turnip Copyright (c) 2024 https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/selisik/article/view/7046 Sun, 30 Jun 2024 00:00:00 +0000