ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA ANTI SERIKAT PEKERJA (UNION BUSTING) DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL SERTA UPAYA PENEGAKAN HUKUM (ANALISA PUTUSAN MA NOMOR 1038 K/PID.SUS/2009)
Abstract
Kebebasan berserikat diatur dalam Pasal 28 E ayat(3)Undang-UndangDasar1945, dan dijabarkan kedalam beberapa peraturan perundang-undang diantaranya dalam Undang Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu jaminan atas kebebasan mendirikan serikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan dengan syarat minimal 10 orang. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya serikat buruh/pekerja seringkali mendapatkan rintanganrintangan atau hambatan-hambatan dari pihak pengusaha diantaranya melalui intimimidasi, mutasi, dan PHK. Alasan mendasar mengapa perusahaan atau pengusaha melakukan union busting atau anti serikat pekerja/serikat buruh adalah karena mereka menganggap serikat pekerja/serikat buruh bisa berpengaruh buruk bagi kelangsungan bisnis. Kemudian dengan di Undangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan lebih memberikan landasan hukum yang kuat bagi pekerja/buruh untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis terhadap tindak pidana anti serikat pekerja (union busting) dalam hubungan industrial serta upaya penegakan hukum (Studi kasus putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1038 K/Pid.Sus/2009). Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif. Data-data yang dipergunakan atau diperoleh dalam penelitian ini lebih difokuskan pada data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan, yang selajutnya dianalisis secara deskripif-analitis. Hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana anti serikat pekerja (union busting) dalam Pasal 43 jo Pasal 28 Undang-Undang No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh telah menunjukkan suatu kemajuan, karena dapat dilaksanakan walaupun sangat jarang sekali hal ini disebabkan masih ditemuinya berbagai kendala baik dari segi penegak hukum, sarana prasarana, maupun masyarakat sendiri. Selain itu, fungsi Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan belum berjalan sebagaimana mestinya sehingga masih banyak terjadi pelanggaran terhadap hak kebebasan berserikat terhadap para pekerja. Oleh karena itu sanksi pidana dalam hukum perburuhan sangatlah dimungkinkan diterapkan dalam hal ini, karena tujuan awal dari sanksi pidana itu sendiri merupakan langkah terakhir apabila seluruh sanksi apapun yang bersifat privat sudah tidak lagi ditaati.