PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA PERBANKAN UANG ELEKTRONIK (E-MONEY) DI INDONESIA
Abstract
Di Indonesia perkembangan kemajuan teknologi dalam dunia perdagangan dan bisnis yang semakin kompleks telah membawa perubahan dalam kebutuhan masyarakat dalam hal alat pembayaran. Alat pembayaran berupa uang tunai dalam bentuk uang logam maupun uang kertas konvensional, kini telah berkembang dalam bentuk pembayaran yang dilakukan melalui sistem elektronik (e-payment system). Salah satu alat pembayaran elektronik atau non tunai yaitu dengan menggunakan kartu uang tunai elektronik (e-money). Nilai uang disimpan secara elektronik yang diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor pemegang kartu kepada bank atau penerbit kartu. Nilai uang tersebut digunakan sebagai alat pembayaran namun bukan merupakan simpanan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perbankan, sehingga tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Bentuk pengaturan hukum terhadap uang elektronik diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik dan melalui perjanjian baku yang diatur oleh penerbit berupa syarat dan ketentuan pemegang kartu. Perlindungan hukum bagi pemegang kartu diperlukan untuk menjamin persamaan kedudukan penerbit dan pemegang kartu, termasuk perlindungan hukum terhadap penyalahgunaan kartu e-money yang dapat merugikan pemegang kartu. Bank Indonesia juga akan memberikan sanksi terkait pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara kegiatan uang elektronik yang tidak dijalankan sesuai ketentuan yang berlaku. Perjanjian antara penerbit dan pemegang kartu juga merupakan bentuk upaya perlindungan bagi pemegang kartu melalui asas-asas perjanjian yang melekat pada perjanjian tersebut meskipun tidak tercantum secara tertulis dalam perjanjian. Pengaturan melalui peraturan Bank Indonesia saja tidak cukup untuk mengatur tentang penggunaan uang tunai elektronik di Indonesia mengingat kurangnya perlindungan terhadap konsumen dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) serta Menteri Keuangan juga harus ikut mengeluarkan peraturan untuk lebih menjamin keteraturan dan kepastian hukum uang tunai elektronik di Indonesia.