PENGATURAN DAN PENGAWASAN PERBANKAN DI INDONESIA PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)
Abstract
Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu Negara dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kedua sistem tersebut. Kesehatan sistem perbankan itu sendiri ditentukan
oleh ekonomi makro yang memadai (appropriate) dan kondusif; serta pengawasan bank yang efektif. Tujuan inti dari pengawasan bank adalah melindungi kepentingan masyarakat menyimpan (deposan dan kreditur) yang mempercayakan dananya pada bank untuk memperoleh pembayaran kembali dan manfaatnya dari bank sesuai dengan sifat, jenis, dan pembayaran yang telah dijanjikannya. Perihal pengawasan bank yang belum efektif merupakan salah satu bagian permasalahan yang dihadapi oleh perbankan saat ini. Lahirnya UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara nyata merubah konstalasi kewenangan pengawasan di sektor jasa keuangan termasuk perbankan. Peralihan kewenangan pengawasan di sektor perbankan yang semula berada di satu tangan yakni di Bank Indonesia baik pengawasan bidang macroprudential maupun microprudential, berdasarkan undang-undang ini diserahkan kepada OJK. Namun demikian undang-undang ini memberi ruang kepada Bank Indonesia untuk melaksanakan kewenangan pengawasan yang bersifat macroprudential dengan tetap berkoordinasi dengan OJK. Pengaturan hubungan kelembagaan yang belum secara rinci dan jelas memungkinkan timbulnya multi penafsiran dan berpengaruh pada arah kebijakan peraturan perundang-undangan terkait di sektor perbankan, harmonisasi dan sinkronisasi peraturan-peraturan terkait tersebut harus dilakukan dengan menghindari konflik kepentingan jangka pendek. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah sebuah lembaga yang independen tanpa campur tangan pemerintah dalam melakukan tugasnya sesuai amanat Undang-Undang tentang Bank Indonesia Nomor 3 Tahun 2004, yang menaungi semua lembaga keuangan. OJK tidak hanya melakukan pengawasan dan pengaturan saja, akan tetapi juga pemeriksaan dan penyidikan yang merupakan wewenang OJK. Yang menjadi landasan utama bagi pembentukan suatu lembaga independen untuk mengawasi sektor jasa keuangan atau yang sekarang disebut dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan hukum normatif yang dapat diartikan sebagai penelitian hukum kepustakaan, berdasarkan pada kepustakaan atau data-data sekunder. Yaitu, Bahan hukum primer yaitu ketentuan hukum dan perundang-undangan yang mengikat, Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi atau hal- hal yang berkaitan isi sumber hukum
primerserta implementasinya, danBahan hukum tersier, yaitu bahan- bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder yaitu kamus hukum dan berbagai hukum lain yang relevan.