KEWENANGAN PERUSAHAAN DALAM MEMBERHENTIKAN PEKERJA TERKAIT PASAL 158 UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN NOMOR 13 TAHUN 2003 PASCA-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12/PUU-I/2013 TINJAUAN KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 507K/PDT/SUS-PHI/2014

  • HERI SETIAWAN Universitas Pancasila
Keywords: Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, PHK, Hubungan Industrial, Ketenagakerjaan

Abstract

Perkembangan Industrial di Indonesia dewasa ini sangat pesat, perusahaan-perusahaan baik dalam skala kecil, sedang maupun menengah meningkat dengan pasti seiring iklim investasi yang semakin lama semakin berkembang, dalam perkembangan yang pesat akan menimbulkan perselihan baik antara pengusaha dan pekerja, yang tidak jarang sampai pada pemutusan hubungan kerja. Pemerintah mempunyai peran yang sangat penting dalam membantu permasalahan hubungan industrial, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) kemudian diatur lebih lanjut di dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah kunci dalam setiap penyelesaian perselisihan yang terjadi. Perkara-perkara yang terjadi dalam PHK khususnya terhadap PHK dikarenakan kesalahan berat pasca putusan MK Nomor 12/PUU-1/2003 tidak lama setelah berlakunya UUK perlu diperhatikan oleh pengusaha dalam memutus PHK karyawannya, karena putusan yang terkait dengan Pasal 158 UUK pasca putusan MK tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat lagi dan oleh karenanya pengusaha tidak bisa secara serta merta mem-PHK pekerjanya, melainkan harus dengan putusan pidana yang mengikat terlebih dahulu sesuai dengan Surat Edara Menteri Nomor SE-13/ME/SJHK/1/2005 yaitu yang mengatur bahwa terhadap kesalahan berat tersebut terlebih dahulu perlu adanya putusan dari hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, oleh karena hal tersebut adalah merupakan kewenangan Peradilan Pidana, maka Pengadilan Hubungan Industrial tidak berwenang untuk memutuskan perkara pidana tersebut.

Published
2016-10-01
Section
Articles