PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH DEPOSAN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Abstrak
Bank merupakan lembaga yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat baik bentuk kredit ataupun pembiayaan dengan syarat
dan klausul baku yang telah dibuat oleh bank sebagai pelaku usaha kepada masyarakat sebagai nasabah sekaligus konsumen yang menggunakan jasa dan fasilitas bank. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai pelarangan pembuatan atau pencantuman klausul baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian. Bahwa selama ini banyak permasalahan yang
terjadi di dunia perbankan terutama pembobolan rekening nasabah yang merugikan pengguna jasa perbankan sebagai korban. Sehubungan dengan hal tersebut dalam tesis ini diangkat tiga permasalahan. Pertama Bagaimana perlindungan hukum atas hak-hak bagi nasabah sebagai konsumen pengguna jasa bank menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Kedua Apakah perlindungan
hukum terhadap Nasabah dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan telah memadai dalam melindungi dana masyarakat sebagai Nasabah Deposan dan ketiga Bagaimana bentuk sanksi yang diberikan terhadap bank jika terjadi kerugian terhadap nasabah akibat rekeningnya dibobol yang dilakukan oleh Oknum Pegawai Bank. Dari hasil penelitian diketahui bahwa hubungan hukum antara bank dengan nasabah berbentuk perjanjian yang mengandung sifat kepercayaan. Perlindungan hukum kepada nasabah perbankan dalam prakteknya belum berjalan sebagaimana mestinya. Kerugian yang diderita oleh nasabah merupakan tanggungjawab bank, pertanggungjawaban dan sanksi seharusnya diberikan kepada bank sebagai lembaga agar mendapatkan penilaian dari masyarakat. Sanksi pidana yang diberikan kepada pelaku
tidak akan mempengaruhi untuk memperbaiki sistem perbankan. Bahwa peran Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang nomor 21 tahun 2011 tentang OJK dalam Pasal
4 sampai Pasal 9 tidaklah memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat yang dirugikan oleh bank. Seharusnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun1998 tentang Perbankan di revisi dan diperbaharui secara spesifik mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen perbankan serta peran aktif dari berbagai pihak seperti Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia sehingga pelaksanaan perlindungan hukum
terhadap konsumen perbankan ini dapat berjalan dengan optimal. Peran OJK pun harus di tingkatkan, karena di dalam lembaga OJK terdapat penyelidik dan penyidik yang seharusnya peran tersebut
dilaksanakan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat sebagai nasabah yang dirugikan oleh bank yang melakukan pelanggaran. Maka peran OJK seharusnya lebih aktif dan tidak pasif. Sehingga
dengan adannya OJK dapat memperbaiki sistem di dunia perbankan yang melibatkan oknum pegawai bank sebagai pelaku tindak pidana.