KAJIAN PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN DARI SUAMI YANG KAWIN LAGI

  • Yasin Nugraha Magister Kenotariatan
  • I Ketut Oka Setiawan Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Abstrak

Indonesia merupakan negara dengan suku, bahasa dan agama yang sangat beragam. Keanekaragaman tersebut seringkali mempertemukan seorang pria dan wanita dengan agama yang berbeda. Pertemuan tersebut menimbulkan rasa cinta yang berujung pada ikatan perkawinan. Ikatan perkawinan yang diakui negara (sah) apabila sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Sifat formil dari perkawinan yang sah memiliki kekuatan hukum tetap dan melekat baik bagi suami maupun isteri. Namun, tidak semua perkawinan beda agama dapat dinyatakan sahjika adanya perbedaan payung hukum. Ketidakabsahan perkawinan berdampak pada status perkawinan itu sendiri dan harta bersama. Kasus yang sama terjadi pada Putusan No.737/Pdt.G/2017/PN.JKT.SEL oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Putusan Hakim yangmenilai bahwa perkawinan pertamatidak sah karena ketidakabsahan dokumen pada pelepasan asas personalia keislamannya. Akibat yang timbul dalam putusan tersebut yakni isteri pertama tidak mendapatkan pembagian harta bersama. Putusan Hakim dalam menganalisis persoalan ketidakabsahan status perkawinan tidak meninjau Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 secara menyeluruh sehingga penegakkan keadilan kurang dapat diterima. Putusan Majelis Hakim dinilai tidak sesuai dengan pembagian hak waris secara ab intestato yakni ahli waris merupakan isteri yang hidup terlama. Dalam perspektif agama, Majelis hakim telah mengesampingkan ahli waris yang beragama minoritas (non-muslim) yang seharusnya menjadi golongan penerima warisan bukan menjadi penghalang. Majelis Hakim yang telah memutus perkara berdampak pada kerugian material dan menimbulkan bias kepastian hukum.

Diterbitkan
2024-06-29
Bagian
Articles