PROBLEMATIKA REGULASI PINJAM MEMINJAM SECARA ONLINE BERBASIS SYARIAH DI INDONESIA

  • Rizal Habibunnajar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
  • Indra Rahmatullah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
DOI: https://doi.org/10.35814/jlr.v2i2.2225
Abstract views: 968 | pdf downloads: 1980
Keywords: Fintech Peer To Peer Lending Syariah, Regulasi, Kepastian hukum, Peraturan OJK

Abstract

Financial technology (fintech) berkembang pesat di Indonesia termasuk fintech yang berlandaskan Syariah. Kemunculan fintech Syariah dipilih karena masyarakat muslim di Indonesia dalam bertransaksi ingin menghindari praktik-praktik yang dilarang dalam Syariah. Namun demikian, fintech berbasis Syariah masih menyisakan beberapa masalah. Untuk menjawab problematika ini menggunakan metodologi penelitian hukum normatif, objek penelitian yang dikaji terfokus pada peraturan perundang-undangan, putusan hakim, teori hukum, dokumen-dokumen, serta berbagai hasil penelitian terdahulu yang membahas persoalan terkait fintech syariah di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa problematika dalam aturan fintech peer to peer lending syariah di Indonesia, yakni Pertama, POJK Nomor: 77/POJK.01/2016 lebih berkonotasi ke arah fintech konvensional, Kedua, muncul ketidakpastian hukum karena fintech syariah saat ini harus tunduk pada POJK Nomor: 77/POJK.01/2016, dan Fatwa DSN-MUI Nomor: 117/DSN-MUI/II/2018. Padahal Fatwa MUI tidak termasuk ke dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan, Ketiga, aturan fintech syariah belum mengatur aspek pengawasan syariah atau kepatuhan syariah, dan Keempat, POJK Nomor: 77/POJK.01/2016 tidak secara tegas mengatur mengenai mekanisme penyelesaian sengketa dan sanksi pidana untuk penyelenggara fintech. Terdapat beberapa hal yang perlu untuk dimasukan dalam regulasi khusus fintech syariah, yakni. Pertama, memperjelas sisi peristilahan yang berkaitan dengan fintech syariah. Kedua, Asas, tujuan dan fungsi. Ketiga, Bentuk Badan Hukum, Kepemilikan, dan permodalan. Keempat, Jenis dan kegiatan usaha. Kelima, Perizinan. Keenam, Perjanjian atau Dokumen elektronik. Ketujuh, Tata Kelola, Prinsip Kehati-hatian dan pengelolaan resiko fintech syariah. Kedelapan, Pengawasan Kesyariahan, dan terakhir, Aspek penyelesaian sengketa. 

Published
2020-06-30
Section
Articles