IMPLIKASI DAN IMPLEMENTASI PENCEGAHAN PERKAWINAN ANAK

  • Titing Sugiarti Fakultas Hukum Universitas Pancasila
  • Kunthi Tridewiyanti
DOI: https://doi.org/10.35814/jlr.v4i1.2968
Abstract views: 883 | pdf downloads: 1486
Keywords: Perkawinan, Pencegahan Perkawinan Anak, Implikasi, Implementasi

Abstract

Perkawinan Anak di Indonesia sudah menjadi gejala sosial, apalagi ketika di masa Pandemi Covid -19 telah memberikan dampak serius terhadap laju penambahan angka perkawinan anak. Beberapa penemuan di lapangan, kasus perkawinan anak meningkat tajam di masa Pandemi Covid -19. Atas dasar itu peneliti akan mempertanyakan Bagaimana implikasi dan implementasi berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 terkait pencegahan perkawinan anak. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan mengumpulkan data sekunder, berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Implikasi dalam upaya pemetaan dan harmonisasi kebijakan terus dilakukan oleh Pemerintah untuk mencegah perkawinan anak. Harmonisasi diperlukan agar berbagai regulasi tingkat pusat dan daerah dapat selaras, saling mendukung dan efektif dalam pelaksanaannya di lapangan. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan masih perlu disinkronisasikan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Perkawinan. Upaya ini dilakukan untuk konsistensi dan ketegasan para hakim dalam memutuskan perkara dispensasi sesuai dengan semangat mencegah atau menolak perkawinan anak. Walaupun Pemerintah berupaya untuk mencegah terjadinya Perkawinan anak dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, ada aturan dispensasi dan diikuti dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019, namun dalam implementasi nya masih ditemui beberapa kasus perkawinan anak apalagi di masa pandemi Covid  -19 data yang diperoleh meningkat dengan beberapa faktor penyebabnya yaitu faktor sosial, agama, ekonomi, budaya, penerapan kegiatan belajar mengajar secara daring yang tidak efektif, dan akses terhadap konten negatif media sosial dan internet telah meningkatkan perilaku online yang berisiko, seperti kekerasan siber, predator dan sebagainya.

 

Published
2021-12-11
Section
Articles