PEMBERIAN HAK ASUH ANAK (HADHANAH) YANG BELUM MUMAYYIZ KEPADA AYAH AKIBAT PERCERAIAN (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 443/Pdt.G/2020/PA. Mdo)
DOI:
https://doi.org/10.35814/pe90fz95Kata Kunci:
perceraian, mumayyiz, hak asuh anakAbstrak
Perselisihan antara pasangan suami isteri dalam perkawinan dapat memicu terjadinya perceraian. Salah satu akibat dari putusnya perkawinan adalah hak asuh anak. Hak asuh anak yang belum mumayyiz seringkali diberikan kepada ibu kandungnya. Namun, tidak semua gugatan hak asuh anak yang belum mumayyiz diberikan kepada ibunya. Hal ini terlihat dalam putusan No. 443/Pdt.G/2020/PA.Mdo. Menarik untuk dikaji apakah putusan hakim tentang pemberian hak asuh anak yang belum mumayyiz kepada ayah dapat dibenarkan menurut Kompilasi Hukum Islam dan apakah kekuasaan hak asuh anak (hadhanah) yang jatuh kepada ayah dapat dicabut menurut Undang-Undang Perkawinan. Mempergunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu dengan melakukan pendekatan undang-undang. Disimpulkan bahwa putusan hakim terkait pemberian hak asuh anak yang belum mumayyiz kepada ayahnya tidak dapat dibenarkan dan kekuasaan hak asuh anak yang belum mumayyiz kepada ayahnya dapat dicabut. Pemberian hak asuh anak tersebut tidak tepat karena tidak sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam dan tidak memperhatikan berbagai aspek, yaitu aspek filosofis, aspek yuridis, aspek sosiologis, dan aspek psikologis. Kekuasaan hak asuh anak kepada ayahnya dapat dicabut bukan karena alasan-alasan yang terdapat dalam Undang-Undang Perkawinan, melainkan karena tidak sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam dan tidak memperhatikan berbagai aspek yang berhubungan dengan anak.
Unduhan
Diterbitkan
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2025 Adinda Farah Maulidina, Putri Ayu Maharani

Artikel ini berlisensi Creative Commons Attribution 4.0 International License.