KEDUDUKAN AHLI WARIS ATAS PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM PERKAWINAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM POSITIF (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 239/PDT.G/2015/PN.JKT.PST)

  • Rahmatika Rahmatika Universitas Pancasila
DOI: https://doi.org/10.35814/otentik.v3i1.2124
Abstract views: 560 | pdf downloads: 951
Keywords: Kedudukan Ahli Waris, Anak Luar Kawin

Abstract

Permasalahan tentang kedudukan anak yang dilahirkan sebelum perkawinan orang tuanya dilakukan berakibat terhadap pembagian harta peninggalan kepada ahli waris seperti terjadi pada kasus putusan nomor 239/Pdt.G/2015/PN.JKT.PST. Dalam penelitian ini permasalahan yang diangkat ialah bagaimana kepastian dan akibat hukum terhadap kedudukan ahli waris dalam perkawinan menurut hukum positif pada kasus putusan nomor 239/Pdt.G/2015/PN.JKT.PST dan bagaimana pertimbangan hukum majelis hakim dalam putusan nomor 239/Pdt.G/2015/PN.JKT.PST yang mengabulkan gugatan penggugat menurut hukum yang berlaku. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode
penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif berdasarkan data sekunder dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Sehingga didapat simpulan bahwa kepastian dan akibat hukum terhadap kedudukan ahli waris dalam perkawinan menurut perspektif hukum positif pada kasus putusan nomor 239/Pdt.G/2015/PN.JKT.PST belum tercapai kepastian hukum dan berakibat dengan ketidaksesuaian kedudukan ahli waris pada perkawinan kedua yang seharusnya menjadi anak luar kawin walaupun perkawinan yang dilakukan oleh kedua orangtuanya dinyatakan sah secara hukum karena tercatat pada kantor pencatatan sipil berdasarkan Kutipan Akta Perkawinan yang ada. Sedangkan pertimbangan hukum majelis hakim dalam kasus putusan nomor 239/Pdt.G/2015/PN.JKT.PST menyatakan sahnya perkawinan kedua yang terjadi selama masa perkawinan pertama akan menimbulkan akibat hukum terhadap kedudukan anak yang dilahirkan dalam perkawinan kedua tersebut sebagai anak yang dilahirkan di luar perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya saja. Maka anak-anak dari perkawinan kedua tidak berhak mewaris mengingat harta warisan merupakan harta peninggalan pewaris dari ayahnya yang selanjutnya akan berakibat kepada pembagian waris.

Published
2021-03-18
Section
Articles