TINJAUAN YURIDIS NORMATIF TERHADAP PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) BERDASARKAN KESALAHAN BERAT (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 408K/PDT.SUS-PHI/2014 DAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 012/PUU 1/2003
Abstract
Hubungan Industrial merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja dan pemerintah yang di dasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Suatu perselisihan industrial yang berakibat pada Pemutusan HubunganKerja (PHK),merupakan hal yang sangat merugikan kedua belah pihak khususnyapekerja/buruh yang di PHK. Dalam kaitannya dengan PHK ini, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia pada tanggal 28 Oktober 2004 telah mengeluarkan putusannya terhadap perkara Nomor: 012/PUU-1/2003 tentang Permohonan Pengujian Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Permasalahan dalam tesis ini mengenai dengan alasan melakukan kesalahan berat PHK dapat dibenarkan. prosedur PHK berdasarkan Undang-UndangNomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No.012/PUU-1/2003, Putusan Mahkamah Konstitusi No.012/PUU-1/2003 dalam menyelesaikan PHK, memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh. Metode dalam penulisan tesis ini menggunakan metode normatif (kepustakaan) untuk mendapatkan kesimpulan tentang Mengenai karyawan/buruh yang di-PHK dengan alasan melakukan kesalahan berat tidak dapat dibenarkan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.012/PUU-1/2003 dikarenakan harus mendapat penetapan Putusan Pengadilan Pidana berkekuatan hukum tetap terhadap karyawan/buruh yang terbukti secara sah bersalah melakukan kesalahan berat (ketentuan KUHP) didalam Pengadilan. Prosedur PHK berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No.012/PUU-1/2003, dapat diselesaikan melalui dua jalur yaitu penyelesaian diluar pengadilan hubungan industrial (non litigasi) melalui Bipartit, Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase dan penyelesaian hubungan industrial (litigasi). Setelah pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.012/PUU-1/2003, proses PHK karena kesalahan berat adalah apabila melalui non litigasi tidak ada kata kesepakatan bagi para pihak, kemudian melalui Putusan Pengadilan Pidana untuk membuktikan terhadap kesalahan berat yang dilakukan pihak karyawan kemudian melalui putusan Pengadilan Hubungan Industrial. Putusan Mahkamah Konstitusi No.012/PUU-1/2003 diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh yang di-PHK sepihak walaupun melakukan kesalahan berat, akan tetapi dalam praktenya diketahui dari Putusan Mahkamah Agung No. 744 K/Pdt. Sus/2009 dan Putusan Mahkamah Agung 408 K/Pdt.Sus-PHI/2014 yang mem-PHK karyawan/buruh karena melakukan kesalahan berat tanpa melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.